Judulnya memang agak menyeramkan. Tetapi isinya tidak karena apa yang ditulis ini hanya suatu perjalanan hidup yang merupakan suatu bagian kecil hidup dimana pelajaran demi pelajaran harus dimaknai dengan suatu kebenaran..
Bulan Oktober yang lalu saya seharusnya dari Jakarta menuju ke Jogja. Namun, perjalanan tidak dapat dilakukan dengan mudah karena adanya lahar panas Gunung Merapi. Bandara Jogja tertutup. Semua penerbangan menuju ke Jogja dialihkan ke Solo atau Semarang. Kami harus melalui Solo . Setibanya di Solo, kami melanjutkan perjalanan ke Muntilan. Melihat kota kota yang kami lalui yaitu Klaten, kami tidak melihat dampak dari lahar panas. Namun, ketika memasuki kota yang kami tuju yaitu Muntilan, debu putih ada dimana mana. Kami harus memakai masker untuk menangkal debu yang sedemikian hebatnya. Tidak dapat kami bayangkan apa yang terjadi dengan kota Muntilan yang begitu asri berubah total menjadi kota penuh debu . Setiap orang harus berhati hati untuk dapat melintas karena debu menempel di kendaraan dan orang yang mengendarinya tidak dapat melihat dengan jelas apa yang didepannya. Seperti malam yang gelap , tidak ada yang penerangan, begitulah pemandangan jalan hanya debu yang kelihatan. Sungguh, tidak ada seorangpun yang bisa menghilangkan debu yang sedemikian tebal. Ada kendala dari pemerintah untuk melakukan pembersihan. Aparat ada namun alat alat berat tidak ada. Debu yang sedemikian tebal membuat semua orang tidak berdaya, semua toko ditutup, semua orang harus membatasi aktifitas yang dilakukan karena terbatasnya pemandangan. Saat itu saya berpikir lahar panas mengakibatkan perubahan sikap manusia. Ada yang menyikapinya dengan santai, ada yang panik, ada yang stress dan ada yang tenang. Seolah olah kehadiran lahar panas mampu membuat manusia melihat bagaimana dahsyatnya lahar panas menyemburkan debunya , merusakkan segala benda yang dilaluinya, manusia tidak mampu menghindari kehadirannya bahkan harus merasakan ketidak mampuannya dengan kehilangan harta benda seperti rumah, milik yang berharga
2 bulan setelah lahar panas terjadi. Kami pikir semua akan berlalu dan akan kembali ke sediakala. Tetapi apa yang terjadi bahkan sebaliknya, lahar dingin dimuntahkan oleh gunung merapi melalui sungai sungai. Ketika sungai yang telah menyempit itu tidak mampu menampung semua lahar dingin, dia menyembur ke arah jalan dan akhirnya menyimpang masuk ke rumah rumah penduduk. Sekali lagi ternyata lahar dingin lebih dahsyat dari lahar panas, dia mampu memusnakan rumah dalam sekejab, rumah penuh dengan lahar dingin dan sekali lagi orang kehilangan apa yang menjadi hartanya.
Bulan Pebruari 2011 saya harus datang ke kota Muntilan. Kota yang 2 bulan lalu penuh debu dari lahar panas , telah bersih dari debu lahar panas. Tetapi kali ini hati saya sangat tersentuh dengan keadaan kota yang tersentuh dengan lahar dingin, saya melewati sungai Jumoyo, di kanan kiri penuh dengan tumpukan pasir bahkan menutupi jalan. Jalan utama yang seharusnya dilalui oleh 2 arah kendaraan , hanya dapat dilalui oleh kendaraan dengan satu arah saja.
Ketika saya berada di suatu rumah sakit di Muntilan, pasien di sebelah ibu saya itu seorang ibu. Sambil ngobrol dengan suami sang ibu, dia menceritakan beberapa hari yang lalu mereka ingin mengunjungi kerabat yang mendapat musibah lahar dingin. Sepulang dari menjenguk, istrinya meminta melihat suami untuk melihat lokasi lahar dingin di sungai Jumoyo. Selesai melihat itu istrinya menderita sesak nafas. Dari penuturannya , dia mempunyai pemaknaan dengan datang ke lokasi itu yang dianggap keramat, tidak diperbolehkan untuk mengatakan yang kurang pantas. Nilai magis terjadi disini, seperti juga yang dinyatakan beberapa orang, setelah pulang dari melihat banjir lahar dingin, orang akan menderita sakit serius.
Benar tidaknya, saya tidak dapat menghakimi.
Yang ini dilihat disini, dari lahar panas ke lahar dingin, manusia harus menghadapi perubahan dengan suatu ketegaran dan kemampuan . Jika tidak, manusia akan terhantam karena nilai yang dianutnya berubah dengan adanya perubahan alam... Alam harus harmoni dengan manusia jika manusia ingin hidup harmoni dengannya.